KATA PENGANTAR
Syukur
alhamdulillah, kami haturkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberi taufiq, hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua. Shalawat
serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, yang telah menunjukkan kita jalan yang lurus (Agama
Islam) yang diridhai Allah SWT, sehingga penulisan makalah yang
berjudul “ LANDASAN DAN ETIKA BIMBINGAN IDIVIDU ” ini dapat
terselesaikan. Makalah ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu
tugas yang diberikan pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Makalah yang ditulis
dengan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan ini, tentu tidak luput
dari kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena ituselalu
terbuka bagi adanya kritik dan saran serta penyempurnaan. Namun
demikian penulis akan terus mencoba dan berusaha agar pada waktu yang
akan datang dapat lebih menyempurnakan pengetahuan penulis di bidang
ilmu agama.
Dalam proses
penyusunan makalah ini penulis banyak menerima bantuan perhatian dari
banyak pihak. Terima kasih yang dalam penulis sampaikan kepada mereka
yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, semoga Allah SWT.
Melimpahkan berkat serta karunia-Nya kepada mereka sekalian. Amin.
Akhir kata semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Kota
Bima, Oktober 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Pengantar
Pelayanan
bimbingan dan konseling secara profesional di Indonesia sampai saat
ini masih terfokus pada generasi muda yang masih duduk dibangku
pendidikan formal atau di sekolah. itupun nampaknya yang paling
terrealisasi hanyalah pada jenjang pendidikan sekolah menegah dan
perguruan tinggi saja. Hampir semua tenaga bimbingan konseling
profesional yang telah mendapat pendidikan formal di bidang bimbingan
dan konseling, bertugas dilembaga-lembaga pendidikan di atas jenjang
pendidikan dasar.
Diantara
tenaga-tenaga bimbingan dan konseling itu sebagian terbesar terlibat
didalam jenjang pendidikan menegah. Kegiatan-kegiatan bimbingan dan
konseling yang diwujudkan dalam suatu program bimbingan dan konseling
yang terorganisasi dan terencana, sampai saat ini lebih banyak
dikembangkan untuk jenjang pendidikan ditingkat menengah. sehingga
seakan-akan ia menjadi urutan yang pertama. Kegiatan-kegiatan
bimbingan dan konseling yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga
profesional dijenjang pendidikan tinggi menempati urutan ke dua dan
kegiatan bimbingan konseling yang dilaksanakan di jenjang pendidikan
dasar menempati urutan ketiga. Kenyataan ini hendaknya tidak harus
berarti bahwa, urutan prioritas yang terdapat dilapangan, sebagaimana
dijelaskan di atas, tidak dapat diubah menjadi urutan prioritas yang
berbeda.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kode
etik merupakan etika profesi yang harus dipegang kuat oleh setiap
konselor. Kode etik juga merupakan moralitas para konselor dalam
menjalankan profesinya. Bagaimana kode etik profesi bimbingan dan
konseling sesungguhnya, dan berjkaitan dengan apa saja yang
menyangkut etrika profesi yang terkait dengan bimbingan konseliong
dilingkungan dunia pendidikan. Hal ini karena dunia pendiodikan lebih
memrlukan penjelasan kode etik ini dibanding dengan bimbingan dan
konseling dilingkungan lainnnya.[1]
Etika
adalah suatu sistem prinsip moral, etika suatu budaya. Aturan tentang
tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku suatu kelas manusia,
kelompok, atau budaya tertentu.
Etika
Profesi Bimbingan dan Konseling adalah kaidah-kaidah perilaku yang
menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau tanggung
jawabnya memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada konseli.
Kaidah-kaidah perilaku yang dimaksud adalah:
1.
Setiap
orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sebagai manusia: dan
mendapatkan layanan konseling tanpa tanpa melihat suku bangsa, agama,
atau budaya.
2.
Setiap
orang/individu memiliki hak untuk mengembangkan dan mengarahkan diri.
3.
Setriap
orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggung jawab terhadap
keputusan yang diambilnya.
4.
Setiap
konselor membantu perkembangan setiap konseli, melalui layanan
bimbingan dan koseling secara profesional.
5.
Hubungan
konselor-konseli sebagai hubungan yang membantu yang didasarkan
kepada kode etik (etika profesi).[2]
Kode
Etika adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai yang
mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu nilai yang
mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu perusahaan,
profesi, atau organisasi bagin para pekerja atau anggotanya, dan
interaksi antara para pekerja tau anggota dengan masyarakat.
Kode
Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral dan
pedoman tingkah laku profesioanl yang dijunjung tinggi, diamalkan,
dan diamankan oleh setiap anggota profesi Bimbingan dan Konseling
Indonesia. Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia wajib dipatuhi
dan diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota (Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Babb II,
Pasal 2).
Pada
saat ini konselor sedunia menggunakan KEK dari lembaga yang bernama
American Consuler Association (ACA). Akan tetapi banyak negara yang
mengadopsi KEK dari amerika serikat tersebut lalu mengadakan
penyesuaian dengan kondisi negaranya, terutama dalam hal aspek-aspek
Agama, Budaya, dan kondisi masyarakatnya. Hal itu juuga terjadi di
Indonesia dimana KEK dari ACA tersebut kitra saring dan kita
sesuaikan dengan kondisi negara kita namun demikian masyarakat
konseling harus mempelajari KEK dari ACA tersebut karena mengandung
dasar-dasar penting didalam konseling.
B.
Dasar
Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
a.
Pancasila,
mengingat profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan
terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara
Indonesia yang bertanggung jawab
b.
Tuntutan
profesi, yang mengacu pada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai
denagn norma-norma yang berlaku
C.
Pelanggaran
Terhadap Kode Etik
Konselor
wajib mengkaji secara sadar tingkah laku dan perbuataannya bahwa ia
mentaati kode ettik. Konselor wajib senantiasa mengingat bahwasetiap
pelanggaran terhadap kode etik akan merugikan diri sendiri, konseli,
lembaga, dan pihak lain yang terkait. Pelanggaran terhadap kode etik
akan mendapatkan sanksi yang mekanismenya menjadi tanggung
jawab Dewan Pertimbangan Kode Etik ABKIN sebagaaimana diatur daalam
Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab X, Pasal 26 ayat 1 dan 2 sebagai
berikut.
1.
Pada
organisasi tingkat nasional dan tingkat provinsi dibentuk Dewan
Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
2.
Dewan
Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia sebagaimana
yang dimaksud oleh ayat (1) mempunyai fungsi pokok:
a.
Menegakkan
penghayatan dan pengalaman Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Indonesia.
b.
Memberikan
pertimbangan kepada Pengurus Besar atau Pengurus Daerah ABKIN atau
adanya perbuatan melanggar Kode Etik Bimbingan dan Konseling oleh
Anggota setelah mengadakan penyelidikan yang seksama dan bertanggung
jawab.
c.
Bertindak
sebagai saksi di pengadilan dalam perkara berkaitan dengan profesi
bimbingan dan konseling.
D.
Bentuk
Pelanggaran
1.
Terhadap
Konsil
a.
Menyebarkan/membuka
rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait dengan kepentingan
konseli.
b.
Melakukan
perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama, rasialis).
c.
Melakukan
tindakan kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli.
d.
Kesalahan
dalam melakukan praktik profesioanal (prosedur, teknik, evaluasi, dan
tindak lanjut)
2.
Terhadap
Organisasi Profesi
a.
Tidak
mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi
profesi.
b.
Mencemarkan
nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk kepentingan
pribadi dan/atau kelompok).
3.
Terhadap
Rekan sejawat dan Profesi Lain yang Terkait
a.
Melakukan
tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak untuk
bekerja sama, sikap arogan).
E.
Sanksi
Pelanggaran
Konselor
wajib mematuhi kode etik profesi Bimbingan dan Konseling. Apabila
terjadi pelanggaran terhadap kode etik Profesi Bimbingan dan
Konseling maka kepadanya diberikan sanksi sebagai berikut:
1.
Memberikan
teguran secara lisan dan tertulis
2.
Memberikan
peringatan keras secara tertulis
3.
Pencabutan
keanggotaan ABKIN
4.
Pencabutan
lisensi
5.
Apabila
terkait dengan permasalahan hukum/kriminal maka akan diserahkan pada
pihak yang berwenang.
F.
Mekanisme
Penerapan Sanksi
Apabila terjadi
pelanggaran seperti tercantum diatas mekanisme penerapan sanksi yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1.
Mendapatkan
penggaduan dan infoormasi dari konseli dan/atau masyarakat.
2.
Pengaduan
disampaikan kepada dewan kode etik ditingkatt daerah.
3.
Apabila
pelanggaran yang dilakukan masih relatif ringan, maka penyelesainnya
dilakukan oleh dewan kode etik ditingkat daerah.
4.
Pemanggilan
konselor yang bersangkutan untuk verifikasi data yang disampaikan
oleh konseli dan/atau masyarakat.
5.
Apabila
berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh dewan kode
etik-daerah terbukti kebenarannya, maka diterapkan sanksi sesuai
dengan masalahnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1)
Kode
etik konselor adalah serangkaian aturan-aturan susila, atau sikap
akhlak yang ditetapkan bersama dan ditaati bersama oleh para konselor
atau serangkaian ketentuan dan peraturan yang disepakati bersama guna
mengatur tingkah laku para konselor saat proses wawancara maupun
kehidupan sehari-hari sehingga mampu memberikan sumbangan yang
berguna dalam pengabdiannya di masyarakat.
2)
Kode
Etik konselor dibuat untuk mengatur perilaku konselor dalam
pelaksanaan tugas dan kewajibannya serta mengatur secara moral
peranan konselor di dalam masyarakat.
3)
Implementasi
Kode Etik konselor masih belum optimal, karena masih banyak konselor
yang belum melaksanakan Kode Etik konselor itu secara baik.
4)
konselor
di dalam masyarakat masih menempatkan diri sebagai orang biasa yang
tidak memiliki kewajiban khusus secara moral untuk membangun
kesadaran berpendidikan bagi masyarakat.
B.
Saran
1)
Kode
Etik konselor adalah sesuatu yang hendaknya dipahami dan diamalkan
oleh setiap konselor.
2)
Dalam
memainkan peran di dalam masyakat, konselor hendaknya senantiasa
mengedepankan nilai-nilai pendidikan.
3)
Konselor
hendaknya senantiasa membangun kesadaran berpendidikan di
tengah-tengah kehidupan bermasyarakat.
4)
Perilaku
konselor di dalam kehidupan sehari-hari merupakan contoh cerminan
seorang yang berpendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anas
Salahudin. Bimbingan & Konseling, CV Pustaka Setia,
Bandung:2010
John
Mcleod, Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus, Kencana,
Jakarta:2008
Sofyan
S. Willis. Konseling
Individual Teori dan Praktek. CV
Alfabeta. Bandung: 2007